(Analisis Tema Agama dan Masyarakat)
Para pakar memiliki beragama pengertian
tentang agama. Secara etimologi, kata “agama” bukan berasal dari bahasa Arab,
melainkan diambil dari istilah bahasa Sansekerta yang menunjuk pada sistem
kepercayaan dalam Hinduisme dan Budhisme di India. Agama terdiri dari kata “a”
yang berarti “tidak”, dan “gama” berarti kacau. Dengan demikian, agama adalah
sejenis peraturan yang menghindarkan manusia dari kekacauan, serta mengantarkan
menusia menuju keteraturan dan ketertiban.
Ada pula yang menyatakan bahwa agama terangkai
dari dua kata, yaitu a yang berarti “tidak”, dan gam yang
berarti “pergi”, tetap di tempat, kekal-eternal, terwariskan secara turun
temurun. Pemaknaan seperti itu memang tidak salah karena dala agama terkandung
nilai-nilai universal yang abadi, tetap, dan berlaku sepanjang masa. Sementara
akhiran a hanya memberi sifat tentang kekekalan dankarena itu
merupakan bentuk keadaan yang kekal.

Pengertian Masyarakat Menurut An-Nabhani bahwa masyarakat adalah
sekelompok individu seperti manusia yang memiliki pemikiran perasaan, serta
sistem/aturan yang sama, dan terjadi interaksi antara sesama karena kesamaan
tersebut untuk kebaikan masyarakat itu sendiri dan warga masyarakat.
Dalam kehidupan bermasyarakat agama
berfungsi sebagai pengatur kehidupan dan mengatasi persoalan-persoalan
bermasyarakat agar tidak terjadi kekacauan dan perpecahan, karena agama
mengatur hubungan antara manusia dengan penciptanya sekaligus hubungan manusia
dengan manusia lainnya, mahluk lainnya dan lingkungannya. Agama mengajarkan apa
yang baik dan apa yang buruk untuk kehidupan individu maupun kehidupan
bermasyarakat. Di setiap ajaran agama diajarkan bahwa manusia selalu menjaga
keharmonisan antara makluk hidup dengan lingkungan sekitar supaya manusia dapat
melanjutkan kehidupannya. Secara garis besar agama memiliki
fungsi edukatif (memberikan bimbingan dan pengajaaran dengan
perantara petugas-petugasnya), fungsi penyelamatan (di dunia dan akhirat),
fungsi pengawasan sosial (meneguhkan dan mengamankan kaidah-kaidah susila yang
baik bagi kehidupan moral warga masyarakat), fungsi memupuk persaudaraan dan
fungsi transformative (mengubah bentuk kehidupan baru atau mengganti
nilai-nilai lama dengan menanamkan nilai-nilai baru yang lebih bermanfaat).
Konflik
keagamaan dicegah dengan memantapkan kerukunan hidup umat beragama. Departemen
Agama mengambil kebijakan pemantapan kerukunan umat beragama melalui upaya
sebagai berikut:
1. Para pembina formal termasuk apatur pemerintah
dan para Pembina non formal yakni tokoh agama dan tokoh masyarakat merupakan
komponen penting dalam pembinaan kerukunan antar umat beragama.
2. Masyarakat umat beragama di Indonesia yang
sangat heterogen perlu ditingkatkan sikap mental dan pemahaman terhadap ajaran
agama serta tingkat kedewasaan berfikir agar tidak menjurus kesikap primordial.
3. Peraturan pelaksanaan yang mengatur kerukunan
hidup umat beragama perlu dijabarkan dan disosialisasikan agar bisa dimengerti
oleh seluruh lapisan masyarakat, dengan demikian diharapkan tidak terjadi
kesalah pahaman dalam penerapan baik oleh aparat maupun oleh masyarakat, akibat
adanya kurang informasi atau saling pengertian diantara umat beragama.
4. Perlu adanya pemantapan fungsi terhadap
wadah-wadah musyawarah antar umat beragama untuk menjembatani kerukunan antar
umat beragama.
Diharapkan
dengan upaya-upaya tersebut kerukunan umat beragama menjadi mantap sehingga
konflik keagamaan dapat dicegah di tanah air tercinta ini.
Referensi : http://mahendraxacti.blogspot.co.id/2013/11/agama-dan-masyarakat.html
0 komentar:
Posting Komentar