Kamis, Januari 15, 2015

Filled Under:

Cerpen "Tidak Menjadikan Sebuah Rintangan"

Mata Buta Bukanlah Sebuah Rintangan

Disamping trotoar terdengar suara kecil hentakan tongkat yang dipukul – pukul ke sisi jalan. Suara itu semakin keras terdengar, akhrinya aku menengok kearah suara yang semakin dekat dan keras itu. Tatapanku langsung tertuju kearah itu dan aku terdiam sejenak, melihat seorang pedagang makanan anak – anak yang berjalan pelan – pelan di sisi jalan raya dengan mata yang menengadah keatas dan tongkat yang digenggamnya itu menjadi petunjuk  saat dia sedang berjalan. Seraya memikul barang dagangannya, dia terus berjalan sampai nanti dia berhenti ketika ada orang yang akan membelinya. Akupun tiba – tiba menghentikan pedagang itu, dengan menepuk bahunya tapi pedagang itu malah terus jalan menyusuri sisi jalan raya, dan akupun menepuk pundaknya lagi sambil mengatakan “Mas, mau beli”. Akhirnya pedagang itu berhenti dan menyimpan barang dagangannya. Saat mau menyimpan barang dagangannya  pedagang itu sangatn kesulitan dan akhirnya aku bantu untuk menurunkannya. Dan dia mengucapkan “terimakasih, minta maaf saya tidak bisa melihat. Mau beli berapa agar – agarnnya?”. Lalu aku jawab pertanyaanya “Saya mau beli 5 agar aja mas”. Lalu dia menyajikan agar – agarnya, sambil dia meraba – raba untuk mengambil agar – agarnya lalu agar tersebut dia kasih taburan meses dan susu kental kaleng. Karena susu kaleng ini ada dua lubangnya dan pada kecil – kecil, pedagang itu berkali – kali meraba untuk meneukan lubang kecilnya lalu setelah ketemu dia menuangkan susu itu, tapi saat menuangkannya tidak begitu pas, malah ada yang sedikit kesamping agar – agarnya, saking dia tidak bisa melihatv dan sangat susah untuk menuangkan susu tersebut biar pas. Dan akupun langsung bantu bapak pedagang itu biar tidak meleber kemana - manasusu kalengnya. Tak tahan ingin sekali untuk mengeluarkan air mata tetapi saya coba untuk menahannya, kasihan meski memiliki keterbatasan fisik tetapi beliau tetap tegar dan berusaha semampu dia untuk bekerja dan menjadi tulang punggung keluarganya. Dan tidak bisa dipungkiri bahwa pekerjaan beliau ini sangat berisiko bagi beliau, dengan tidak bisa melihat beliau berjualana berkeliling seraya menyusuri sisi jalan raya. Disis lain saya sangat bangga sekali, derajat beliau masih tinggi karena beliau tidak minta – minta, tapi bekerja selayak normal orang lain. Setelah selesai menyajikannya, lalu saya bayar beliau dengan uang pas. Dan aku masih tidak tega melihatnya, membayangkan apabila aku ada diposisi beliau, bgaimana rasanya.  Ingin sekali dan seharusnya kungkin aku tadi memberi uang lebih saja, toh mungkin beliau juga tidak akan tau dan menerimanya saja. Ah aku sangat menyesal.

Setelah aku bayar, dengan memikul dan tidak bisa melihat beliau melanjutkan bejualannya kesamping – samping jalan raya. Ada keinginan hati untuk bisa mengikutinya dan bisa kenal lebih jauh tentang beliau dan bisa membantu dalam hal financial maupun dalam pekerjaanya. Tapi mungkin waktunya belum pas, karena kemarin juga sore melihatnya dan aku menuju arah pulang.

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 PEREMPUAN PERINDU SYURGA.